Gajah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Jenis jenis hewan di dunia sangat lah tak terhitung jenis nya, ada yang disebut dengan hewan pemakan daging (karnivora), pemakan tumbuhan (hebivora), dan pemakan daging dan tumbuhan (omnivore).
Namun sesungguhnya hewan di dunia semua jenis hewan, maupun hewan serangga atau yang lainnya itu di bagi menjadi dua yaitu, Vertebrata dan Avertebrata, Vertebrata adalah hewan yang bertukang belakang, sedangkan hewan yang tak bertulang disebut dengan Avertebrata.
Dari isi makalah ini kami khususnya, akan membahas setidaknya contoh anggota hewan yang bertulang belakang (Vertebrata), yaitu Gajah. Gajah dalam bahasa IndonesiaJawaSundaMelayuMinangkabau, dan Aceh, hewan ini disebut "gajah". Sementara itu, gajah dikenal dengan sebutan "elephant" dalam bahasa Inggris. Kata "elephant" berasal dari bahasa Latin elephas (genitif elephantis) (yang berarti "gajah"), yang merupakan Latinisasi dari kata ἐλέφας (elephas) (genitif ἐλέφαντος (elephantos)) dalam bahasa Yunani; kata tersebut kemungkinan berasal dari bahasa non-Indo-Eropa, yaitu Fenisia. Kata e-re-pa dan e-re-pa-to digunakan di Yunani Mykenai dalam aksara silabis Linear B. Seperti di Yunani Mykenai, Homer menggunakan kata tersebut untuk gading, namun setelah masa Herodotus istilah tersebut juga merujuk pada hewan gajah. Pendahulu kata "elephant", yaitu olyfaunt, baru muncul dalam bahasa Inggris Pertengahan sekitar tahun 1300, dan kata tersebut dipinjam dari kata dalam bahasa Perancis Lamaoliphant (abad ke-12). Dalam bahasa Swahili, gajah disebut Ndovu atau Tembo. Gajah dijuluki hastin dalam bahasa Sansekerta, sementara dalam bahasa Hindi disebut hāthī (हाथी). Loxodonta, yang merupakan nama generik untuk gajah afrika, berasal dari bahasa Yunani yang berarti “gigi bersisi miring ".
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1)              Apa yang dinamakan dengan Gajah?
2)              Apa Klasifikasi dari Gajah?
3)              Bagaimana Gajah Disebut Dengan Hewan Vertebrata?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1)              Untuk mengetahui lebih jauh apa hewan vertebrata itu
2)              Untuk mengetahui leboh lanjut tentang hewan vertebraata
3)              Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
D.    Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi teman-teman disekolah khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang vertebrata.
E.     Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data sekunder dari beberapa sumber.















BAB II
PEMBAHASAN
A.         Pangertian Gajah     
 
                   Gajah adalah mamalia besar dari familia Elephantidae dan ordo Proboscidea. Secara tradisional, terdapat dua spesies yang diakui, yaitugajah afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus), walaupun beberapa bukti menunjukkan bahwa gajah semak afrikadan gajah hutan afrika merupakan spesies yang berbeda (L. africana dan L. cyclotis). Gajah tersebar di seluruh Afrika sub-SaharaAsia Selatan, dan Asia Tenggara. Elephantidae adalah satu-satunya familia dari ordo Proboscidea yang masih lain; familia lain yang kini sudah punah termasuk mammoth dan mastodon. Gajah afrika jantan merupakan hewan darat terbesar dengan tinggi yang dapat mencapai 4 m(13 kaki) dan massa yang kurang lebih 7.000 kg (15,000 lb). Gajah memiliki ciri-ciri khusus, dengan yang paling mencolok adalah belalai atau proboscis yang digunakan untuk banyak hal, terutama untuk bernapas, menghisap air, dan mengambil benda. Gigi serinya tumbuh menjadi taring yang dapat digunakan sebagai senjata dan alat untuk memindahkan benda atau menggali. Daun telinganya yang besar membantu mengatur suhu tubuh mereka. Gajah afrika memiliki telinga yang lebih besar dan punggung yang cekung, sementara telinga gajah asia lebih kecil dan punggungnya cembung.
Gajah merupakan hewan herbivora yang dapat ditemui di berbagai habitat, seperti sabana, hutan, gurun, dan rawa-rawa. Mereka cenderung berada di dekat air. Gajah dianggap sebagai spesies kunci karena dampaknya terhadap lingkungan. Hewan-hewan lain cenderung menjaga jarak dari gajah, dan predator-predator seperti singaharimauhyena, dan anjing liar biasanya hanya menyerang gajah muda. Gajah betina cenderung hidup dalam kelompok keluarga, yang terdiri dari satu betina dengan anak-anaknya atau beberapa betina yang berhubungan dengan anak-anak mereka. Kelompok ini dipimpin oleh individu gajah yang disebut matriark, yang biasanya merupakan betina tertua. Gajah memiliki struktur kelompok fisi-fusi, yaitu ketika kelompok-kelompok keluarga bertemu untuk bersosialisasi. Gajah jantan meninggalkan kelompok keluarganya ketika telah mencapai masa pubertas, dan akan tinggal sendiri atau bersama jantan lainnya. Jantan dewasa biasanya berinteraksi dengan kelompok keluarga ketika sedang mencari pasangan dan memasuki tahap peningkatan testosteron dan agresi yang disebut musth, yang membantu mereka mencapai dominasi dan keberhasilan reproduktif. Anak gajah merupakan pusat perhatian kelompok keluarga dan bergantung pada induknya selama kurang lebih tiga tahun. Gajah dapat hidup selama 70 tahun di alam bebas. Mereka berkomunikasi melalui sentuhan, penglihatan, penciuman, dan suara; gajah menggunakaninfrasuara dan komunikasi seismik untuk jarak jauh. Kecerdasan gajah telah dibandingka ndengan kecerdasan primata dan cetacea. Mereka tampaknya memiliki kesadaran diri dan menunjukkan empati bagi gajah lain yang hampir atau sudah mati.
Gajah afrika digolongkan sebagai spesies yang rentan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), sementara gajah asia diklasifikasikan sebagai spesies terancam. Salah satu ancaman utama bagi gajah adalah perdagangan gading yang memicu perburuan liar. Ancaman lain adalah kehancuran habitat dan konflik dengan penduduk lokal. Gajah digunakan sebagai hewan pekerja di Asia. Dulu mereka pernah digunakan untuk perang; kini, gajah seringkali dipertontonkan di kebun binatang dan sirkus. Gajah dapat dengan mudah dikenali dan telah digambarkan dalam seni, cerita rakyat, agama, sastra, dan budaya populer.
B.  Taksonomi
1.        Klasifikasi, spesies, dan subspesies
Gajah tergolong dalam familia Elephantidae, satu-satunya familia dalam ordo Proboscidea yang masih ada. Kerabat terdekat yang masih ada meliputi sirenia (dugong dan lembu laut) dan hyrax; mereka berada dalam klad yang sama, yaitu klad Paenungulata dalam superordoAfrotheria. Gajah dan sirenia juga dikelompokan dalam klad Tethytheria. Secara tradisional, terdapat dua spesies gajah yang diakui, yaitu gajah afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Gajah afrika memiliki telinga yang besar, punggung yang cekung, kulit yang lebih berkerut, daerah perut yang miring, dan dua perpanjangan yang seperti jari di ujung belalai. Telinga gajah asia lebih kecil, punggungnya cembung, kulitnya lebih halus, daerah perutnya horizontal dan kadang-kadang melengkung di tengah, dan ujung belalainya hanya memiliki satu perpanjangan. Bubungan di gigi geraham gajah asia lebih sempit bila dibandingkan dengan geraham gajah afrika yang berbentuk seperti permata. Gajah asia juga memiliki benjolan di bagian dorsal kepalanya dan tanda depigmentasi di kulitnya. Secara umum, gajah afrika lebih besar dari gajah asia.
Zoolog Swedia Carl Linnaeus pertama kali mendeskripsikan genus Elephas dan seekor gajah dari Sri Lanka dengan nama binomialElephas maximus pada tahun 1758. Kemudian, pada tahun 1798, Georges Cuvier mengklasifikasikan gajah india dengan nama binomialElephas indicus. Zoolog Belanda Coenraad Jacob Temminck mendeskripsikan gajah sumatra pada tahun 1847 dengan nama binomialElephas sumatranus, sementara zoolog Inggris Frederick Nutter Chasen mengklasifikasikan ketiganya sebagai subspesies gajah asia pada tahun 1940. Subspesies gajah asia memiliki perbedaan warna dan kadar depigmentasi. Gajah sri lanka (Elephas maximus maximus) menghuni Sri Lanka, gajah india (E. m. indicus) berasal dari daratan asia (di anak benua India dan Indochina), dan gajah sumatra (E. m. sumatranus) dapat ditemui di pulau Sumatra.[10] Salah satu subspesies yang diperdebatkan, yaitu gajah borneo, tinggal diBorneo utara dan lebih kecil dari subspesies lain. Gajah ini juga memiliki telinga yang lebih besar, ekor yang lebih panjang, dan taring yang lebih lurus dari gajah biasa. Zoolog Sri Lanka Paules Edward Pieris Deraniyagala pada tahun 1950 mendeskripsikannya dengannama trinomial Elephas maximus borneensis, dengan menjadikan ilustrasi di National Geographic sebagai spesimen tipenya. Gajah ini kemudian digolongkan sebagai E. m. indicus atau E. m. sumatranusAnalisis genetik pada tahun 2003 menunjukkan bahwa nenek moyang gajah borneo terpisah dari populasi di daratan Asia sekitar 300.000 tahun yang lalu. Namun, penelitian pada tahun 2008 mengindikasikan bahwa gajah borneo tidak berasal dari pulau tersebut, namun dibawa oleh Sultan Sulu dari Jawa sebelum tahun 1521.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/6a/African_Forest_Elephant.jpg/170px-African_Forest_Elephant.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.24wmf3/skins/common/images/magnify-clip.png
Gajah hutan afrika diTaman Nasional Ivindo,Gabon.
Gajah afrika pertama kali dinamai oleh naturalis Jerman Johann Friedrich Blumenbach pada tahun 1797 dengan nama binomial Elephas africana. Genus Loxodonta diyakini dinamai oleh Georges Cuvier pada tahun 1825. Cuvier mengejanya Loxodonte dan seorang penulis anonim meromanisasi ejaan tersebut menjadi LoxodontaInternational Code of Zoological Nomenclature telah mengakui perubahan ini. Pada tahun 1942, 18 subspesies gajah afrika telah diakui oleh Henry Fairfield Osborn, namun data morfologis telah mengurangi jumlah subspesies yang terklasifikasi,[16] dan pada tahun 1990-an hanya terdapat dua subspesies yang diakui, yaitu gajah semak afrika (L. a. africana) dan gajah hutan afrika (L. a. cyclotis); telinga gajah hutan afrika lebih kecil dan bundar, belalaiNya lebih kurus dan lurus, dan habitatnya terbatas pada wilayah berhutan di Afrika Barat dan Tengah. Jurnal yang diterbitkan pada tahun 2000 memberikan argumen agar kedua subspesies tersebut diangkat menjadi spesies L. africana dan L. cyclotis berdasarkan morfologi tengkorak. Penelitian DNA yang diterbitkan pada tahun 2001 dan 2007 juga menunjukkan bahwa mereka adalah spesies yang berbeda, sementara penelitian pada tahun 2002 dan 2005 menyimpulkan bahwa keduanya adalah spesies yang sama. Akan tetapi, hasil penelitian yang diterbitkan pada tahun 2010 mendukung pengubahan status menjadi spesies. Hingga tahun 2011, penamaan gajah afrika dalam taksonomi masih diperdebatkan. Edisi ketiga Mammal Species of the World menggolongkan gajah semak afrika dan gajah hutan afrika sebagai spesies yang terpisah dan tidak memasukkan subspesies untukLoxodonta africana. Pendekatan ini tidak diikuti oleh World Conservation Monitoring Centre atau IUCN, yang menganggap L. cyclotis sebagai sinonim dari L. africana. Beberapa bukti menunjukkan bahwa gajah di Afrika Barat adalah spesies yang terpisah, walaupun hal ini masih diperdebatkan. Gajah kerdil di Cekungan Kongo yang diduga merupakan spesies terpisah (Loxodonta pumilio) kemungkinan merupakan gajah hutan yang memiliki ukuran kecil dan/atau kematangan awal karena keadaan lingkungan.
C.           Evolusi dan kerabat yang sudah punah
Diperkirakan terdapat lebih dari 161 anggota ordo Proboscidea dengan tiga peristiwa radiasi evolusioner. Proboscid pertama, yaitu Eritherium dan Phosphatherium dari Afrika pada masa Paleosen akhir, menjadi tanda terjadinya radiasi pertama. Pada masa Eosen, terdapat Anthracobunidae dari anak benua India dan NumidotheriumMoeritherium, dan Barytherium dari Afrika. Hewan-hewan ini relatif kecil dan bersifat akuatik. Nantinya, genera seperti Phiomia dan Palaeomastodon muncul; habitat Palaeomastodonkemungkinan berada di hutan atau daerah berhutan terbuka. Keanekaragaman Proboscidea mulai berkurang pada masa Oligosen. Salah satu spesies penting dari masa ini adalah Eritreum melakeghebrekristosi dari Tanduk Afrika, yang mungkin merupakan nenek moyang gajah. Pada awal periode Miosen terjadi diversifikasi kedua dengan munculnya Deinotheriidae dan Mammutidae. Deinotheriidae memiliki kekerabatan dengan Barytherium dan hidup di Afrika dan Eurasia, sementara Mammutidae mungkin merupakan keturunan Eritreum dan menyebar ke Amerika Utara,
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0b/Moeritherium_sp.jpg/220px-Moeritherium_sp.jpghttp://bits.wikimedia.org/static-1.24wmf3/skins/common/images/magnify-clip.png
Kerangka Moeritherium di Jepang.
Radiasi kedua berlangsung dengan munculnya Gomphothere pada masa Miosen,  yang kemungkinan berevolusi dari Eritreum;  familia ini berasal dari Afrika dan menyebar ke semua benua kecuali Australia dan Antarktika. Anggota kelompok ini meliputiGomphotherium dan Platybelodon. Radiasi ketiga terjadi pada akhir Miosen dan mengakibatkan munculnya elephantids, yang berasal dari Gomphothere dan secara perlahan menggantikan mereka. Primelephas gomphotheroides dari Afrika menghasilkan Loxodonta,Mammuthus, dan ElephasLoxodonta merupakan percabangan pertama, yang berlangsung antara masa Miosen dan Pliosen, sementaraMammuthus dan Elephas berpisah pada awal masa Pliosen. Loxodonta tetap menghuni Afrika, sementara Mammuthus dan Elephasmenyebar ke Eurasia, dan Mammuthus mencapai Amerika Utara. Pada saat yang sama, stegodontid (kelompok Proboscidea lain yang merupakan keturunan dari Gomphothere) menyebar di Asia, termasuk di anak benua India, CinaAsia Tenggara, dan Jepang. Mammutid terus berevolusi menjadi spesies baru, seperti mastodon amerika.
Pada awal masa Pleistosen, tingkat spesiasi elephantid meninggi. Loxodonta atlantica menjadi spesies yang paling umum di Afrika utara dan selatan, namun digantikan oleh Elephas iolensis pada akhir masa Pleistosen. Spesies Loxodonta modern baru menjadi dominan setelah Elephas iolensis mengalami kepunahan. Elephas berdiversifikasi menjadi spesies baru di Asia, seperti E. hysudricus danE. platycephusE. platycephus kemungkinan merupakan nenek moyang gajah asia modern. Mammuthus berevolusi menjadi beberapa spesies, termasuk spesies mammoth berbulu yang terkenal. Pada masa Pleistosen Akhir, akibat terjadinya glasiasi kuartener, sebagian besar spesies Proboscidea mengalami kepunahan, dan kurang lebih 50% genera dengan massa lebih dari 5 kg (11 lb) musnah
Proboscidea mengalami beberapa tren evolusi, seperti pembesaran ukuran, yang membuat banyak spesies memiliki tinggi hingga mencapai 4 m (13 kaki). Seperti megaherbivora lainnya, termasuk Sauropoda yang telah punah, ukuran gajah mungkin berkembang untuk memungkinkan mereka bertahan dengan memakan tumbuhan bernutrisi rendah. Anggota tubuh mereka tumbuh menjadi lebih panjang dan kakinya menjadi lebih pendek dan luas. Proboscidea awal memiliki tulang rahang yang lebih panjang dan tempurung kepala yang lebih kecil, sementara Proboscidea selanjutnya memiliki tulang rahang yang lebih pendek, yang menggeser pusat gravitasi pada kepala. Tengkorak menjadi lebih besar, terutama tempurung kepala, sementara leher memendek agar lebih dapat menopang tengkorak. Pembesaran ukuran mengakibatkan munculnya belalai yang membantu menjangkau sesuatu. Jumlah gigi pra-geraham,gigi seri, dan gigi taring berkurang. Gigi geraham dan pra-geraham menjadi lebih besar dan terspesialisasi. Gigi seri kedua atas berubah menjadi taring, yang mungkin lurus, melengkung (ke atas atau ke bawah), atau berputar (tergantung spesies). Pada beberapa spesies Proboscidea, taringnya berasal dari gigi seri bawahnya. Gajah masih menunjukkan beberapa karakteristik yang merupakan turunan dari nenek moyang mereka yang akuatik, seperti anatomi telinga tengah dan testis internal pada jantan.
Terdapat perdebatan mengenai hubungan kekerabatan antara Mammuthus dengan Loxodonta atau Elephas. Beberapa penelitian DNA menunjukkan bahwa Mammuthus lebih berhubungan erat dengan Loxodonta, sementara penelitian lainnya meyakini kedekatan Mammuthus dengan Elephas. Namun, analisis genom mitokondrial mammoth berbulu (diurutkan tahun 2005) membuktikan bahwa Mammuthus lebih dekat dengan Elephas. Bukti morfologis menunjukkan bahwa Mammuthus dan Elephasmerupakan taksa saudara, sementara hasil perbandingan protein albumin dan kolagen mengindikasikan bahwa jarak kekerabatan antara ketiganya kurang lebih sama. Beberapa ilmuwan meyakini bahwa embrio mammoth hasil kloning suatu saat dapat dimasukkan ke rahim gajah asia.
D.            Spesies kerdil
Beberapa spesies Proboscidea hidup di pulau dan mengalami dwarfisme. Hal ini berlangsung pada masa Pleistosen, ketika beberapa populasi gajah terisolasi akibat meningkatnya permukaan laut, walaupun gajah kerdil sudah ada pada masa Pliosen awal. Gajah-gajah tersebut kemungkinan menyusut karena ketiadaan populasi predator yang besar dan sumber daya yang terbatas. Sebaliknya, mamalia seperti hewan pengerat mengalami gigantisme dalam keadaan seperti ini. Proboscidea kerdil pernah hidup di IndonesiaKepulauan Channel California, dan beberapa pulau di Laut Tengah.
Elephas celebensis di Sulawesi diyakini merupakan hasil dwarfisme dari Elephas planifronsElephas falconeri di Malta dan Sisilia (yang tingginya hanya mencapai 1 m (3 kaki)) kemungkinan berevolusi dari Palaeoloxodon antiquus. Keturunan Palaeoloxodon antiquus lainnya pernah ada di Siprus. Gajah kerdil yang tidak diketahui nenek moyangnya juga pernah hidup di KretaKyklades, dan Dodecanese, sementara mammoth kerdil pernah ada di SardiniaMammoth kolumbia mengkolonisasi Kepulauan Channel California dan berevolusi menjadi mammoth pigmi (Mammuthus exilis). Tinggi spesies ini mencapai 12–1.8 m (39–6 kaki) dan massanya kurang lebih 200–2,000 kg (440–4.400 lb). Populasi mammoth berbulu kecil pernah bertahan hidup di Pulau Wrangel, kini 87 mil di sebelah utara pesisir Siberia, hingga 4.000 tahun yang lalu. Setelah ditemukan pada tahun 1993, mereka dianggap sebagai mammoth kerdil. Klasifikasi ini telah ditinjau ulang dan semenjak Konferensi Mammoth Internasional Kedua pada tahun 1999, hewan-hewan tersebut tidak lagi dianggap sebagai “mammoth kerdil” sesungguhnya.

E.            Anatomi dan morfologi
Gajah adalah hewan darat terbesar di dunia. Tinggi gajah afrika kurang lebih 3–4 m (10–13 kaki) dan massanya bervariasi antara 4,000–7,000 kg (8.800–15.000 lb), sementara tinggi gajah asia adalah 2–3.5 m (7–11 kaki) dan massanya 3,000–5,000 kg (6.600–11.000 lb). Baik pada gajah asia maupun afrika, gajah jantan lebih besar dari gajah betina. Di antara gajah-gajah afrika, gajah di hutan lebih kecil daripada gajah di sabana. Kerangka gajah terdiri dari 326–351 tulang. Tulang belakangnya terhubung dengan persendian yang erat, sehingga membatasi fleksibilitas tulang punggung. Gajah afrika memiliki 21 pasang iga, sementara gajah asia memiliki 19 atau 20 pasang.
Tengkorak gajah dapat menahan gaya yang dihasilkan oleh pengungkitan taring dan tubrukan kepala-ke-kepala. Bagian belakang tengkorak merata dan memiliki lengkungan yang melindungi otak di segala arah. Di tengkorak terdapat rongga udara (sinus) yang mengurangi berat tengkorak sementara menjaga kekuatan secara keseluruhan. Rongga-rongga ini membuat bagian dalam tengkorak tampak seperti sarang madu. Tempurung kepala gajah besar dan memiliki tempat untuk melekatkan otot agar dapat menopang seluruh kepala. Rahang bawahnya padat dan berat. Karena ukuran kepalanya yang besar, leher gajah relatif pendek agar dapat menopang kepala. Mata gajah bergantung pada kelenjar harderian untuk menjaga kelembabannya karena gajah tidak memiliki aparat lakrimalMembran pengelip melindungi bola mata. Penglihatan gajah sendiri dibatasi oleh lokasi dan keterbatasan pergerakan mata. Gajah merupakan hewan dikromat  dan dapat melihat dengan baik dalam cahaya redup, namun tidak dalam cahaya terang. Rata-rata suhu tubuh gajah adalah 35,9°C (97°F), yang serupa dengan manusia. Seperti unta, gajah dapat meningkatkan atau mengurangi suhunya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan.
a.             Telinga
Telinga gajah memiliki dasar yang tebal dan ujung yang tipis. Daun telinga gajah, atau pinnae, memiliki sejumlah pembuluh darah yang disebut pembuluh darah kapiler. Darah yang hangat mengalir ke pembuluh darah kapiler, sehingga membantu mengeluarkan panas tubuh yang berlebih. Hal ini berlangsung ketika pinnae berada pada posisi diam, dan gajah dapat mengeluarkan lebih banyak panas dengan mengepakkan daun telinganya. Semakin luas permukaan telinga, semakin banyak jumlah pembuluh darah kapiler, sehingga lebih banyak panas yang dapat dikeluarkan. Di antara semua gajah, gajah semak afrika hidup di iklim terpanas, sehingga memiliki daun telinga terbesar. Elephants are capable of hearing at low frequencies and are most sensitive at 1 kHz.
b.             Belalai
Belalai atau proboscis adalah penggabungan hidung dengan bibir atas, walaupun pada tahap fetus bibir atas dan belalai masih terpisah. Belalai gajah panjang dan terspesialisasi agar dapat dengan mudah digerakkan. Belalai memiliki kurang lebih 150.000 fasikel otot, tanpa tulang dan sedikit lemak. Terdapat dua jenis otot: superfisial (di permukaan) dan internal. Otot superfisial terbagi menjadi ototdorsal, ventral, dan lateral, sementara otot internal terbagi menjadi otot melintang dan menyebar. Otot-otot belalai terhubung dengan bukaan bertulang di tengkorak. Septum nasal terdiri dari satuan-satuan otot kecil yang membentang secara horizontal di antara lubang hidung. Tulang rawan memisahkan lubang hidung di dasarnya. Sebagai hidrostat otot, belalai digerakkan dengan mengkoordinasi kontraksi otot secara tepat. Otot-otot bekerja bersama dan berlawanan satu sama lain. Saraf proboscis yang unik – yang terbentuk dari saraf maksila dan fasialis – menjalar di kedua sisi belalai.

Belalai gajah memiliki beberapa fungsi, seperti bernapas, mencium bau, menyentuh, menggapai, dan menghasilkan suara. Indera penciuman gajah mungkin empat kali lebih sensitif dari anjing pemburu darah. Kemampuan belalai untuk melintir dan melingkar memungkinkan pengambilan makanan, bergelut dengan sesamanya, dan mengangkat beban dengan massa hingga 350 kg (770 lb). Belalai gajah dapat pula digunakan untuk menyeka mata dan memeriksa lubang pada tubuh, serta untuk membuka kulit kacangtanpa memecahkan isinya. Dengan belalainya, gajah dapat menjangkau ketinggian hingga 7 m (23 kaki) dan menggali untuk menemukan air di bawah lumpur atau pasir. Individu gajah dapat menunjukkan preferensi lateralnya saat sedang mencoba menggapai sesuatu dengan menggunakan belalai: beberapa cenderung melintirkan belalainya ke arah kiri, sementara yang lain ke arah kanan. Gajah dapat menghisap air untuk diminum atau disiramkan ke tubuh mereka. Gajah asia dewasa dapat menampung 85 L (Templat:Convert/gal) air di belalainya. Mereka juga menyemprotkan debu atau rumput pada diri mereka sendiri. Saat berada di bawah air, gajah menggunakan belalainya sebagai snorkel untuk bernapas.
Gajah afrika memiliki dua perpanjangan yang berbentuk seperti jari di ujung belalai, yang memungkinkannya untuk menjangkau dan mengangkut makanan ke mulutnya. Gajah asia hanya memiliki satu perpanjangan, dan biasanya membelit makanan dengan belalainya dan kemudian memasukkannya ke mulutnya. Gajah asia lebih dapat melakukan koordinasi otot dan mampu melakukan tugas yang lebih kompleks. Tanpa belalai, gajah sulit bertahan hidup, walaupun dalam kasus tertentu gajah dengan belalai pendek berhasil bertahan. Seekor gajah pernah terlihat sedang memakan rumput dengan melipatkan lutut depannya, mengangkat kaki belakangnya, dan mengambil rumput dengan menggunakan bibir. Gajah semak afrika dapat mengalami floppy trunk syndrome, yaitu kelumpuhan belalai yang disebabkan oleh degradasi sistem saraf tepi dan otot.
c.              Gigi
Pada umumnya gajah memiliki 26 gigi: gigi seri, yang disebut taring, 12 gigi pra-geraham susu, dan 12 gigi geraham. Tidak seperti kebanyakan mamalia yang pada awalnya memiliki gigi susu yang kemudian digantikan oleh gigi dewasa permanen, gajah merupakan hewan polifiodon, atau dalam kata lain memiliki siklus rotasi gigi sepanjang hidupnya. Gigi untuk mengunyah diganti enam kali dalam jangka waktu kehidupan gajah. Gigi lama tidak digantikan oleh gigi baru yang tumbuh di rahang (seperti pada kebanyakan mamalia), tetapi gigi baru tumbuh di bagian belakang mulut dan maju ke depan dan mendorong keluar gigi lama. Gigi pengunyah pertama di rahang tanggal setelah gajah berumur dua atau tiga tahun. Gigi pengunyah kedua tanggal saat gajah berusia enam tahun. Gigi pengunyah ketiga tanggal pada umur 9–15 tahun, dan gigi keempat akan bertahan hingga usia 18–28 tahun. Gigi kelima akan tanggal pada awal umur 40-an, dan gigi keenam (yang biasanya merupakan gigi terakhir) akan tetap ada hingga akhir hayat. Gigi gajah memiliki semacam bubungan, yang lebih tebal dan berbentuk seperti permata pada gajah afrika.
d.             Taring
Taring gajah merupakan modifikasi gigi seri di rahang atas. Taring tersebut menggantikan gigi susu ketika gajah berumur 6–12 bulan dan tumbuh dengan laju pertumbuhan sekitar 17 cm (7 in) per tahun. Taring yang baru tumbuh memiliki lapisan enamel yang nantinya akan luntur. Dentin pada taring disebut gading dan pada penampang lintangnya terdapat pola garis yang berselang-seling, yang menghasilkan area berbentuk permata. Sebagai jaringan yang hidup, taring sendiri relatif rembut; taring gajah kurang lebih sekeras mineral kalsit. Sebagian besar gigi seri dapat dilihat dari luar, sementara sisanya melekat pada sendi di tengkorak. Paling tidak sepertiga taring merupakan pulp dan beberapa taring memiliki saraf yang membentang hingga ke ujung. Maka sulit untuk mengambil taring gajah tanpa melukai hewannya. Saat diambil, gading mulai mengering dan pecah bila tidak disimpan di tempat yang dingin dan lembab. Taring memiliki beberapa fungsi. Taring dapat digunakan untuk menggali untuk menemukan air, garam, dan akar; menguliti atau menandai pohon; dan menyingkirkan pohon dan cabang yang menghalangi jalan. Saat sedang berkelahi, taring digunakan untuk menyerang dan bertahan, serta untuk melindungi belalai.
Seperti manusia yang memiliki preferensi menggunakan tangan kanan atau kiri, gajah juga memiliki preferensi dalam menggunakan taring kiri atau kanannya. Taring yang dominan biasanya tampak sudah sering digunakan karena biasanya lebih pendek dan memiliki ujung yang lebih tumpul. Pada gajah afrika, baik jantan maupun betina sama-sama memiliki taring, dan panjangnya kurang lebih sama (yaitu mencapai 3 m (10 kaki)), namun taring jantan cenderung lebih tebal. Sementara itu, pada gajah asia, hanya jantan yang memiliki taring besar. Gajah asia betina memiliki taring yang sangat kecil, atau bahkan tidak sama sekali. Ada pula gajah jantan yang tak bertaring dan biasanya dapat ditemui di Sri Lanka. Panjang taring gajah asia jantan dapat menyamai taring gajah afrika, tetapi taring gajah asia biasanya lebih tipis dan ringan; taring gajah asia terbesar yang pernah diketahui memiliki panjang 302 m (991 kaki) dan massa 39 kg (86 lb). Namun, akibat perburuan gading di Afrika, and Asia terjadi proses seleksi alam yang menghasilkan taring yang lebih pendek.
e.              Kulit
Kulit gajah biasanya sangat keras, dengan ketebalan 25 cm (10 in) di punggung dan sebagian kepalanya. Kulit di sekitar mulut, anus, dan di dalam telinga jauh lebih tipis. Warna kulit gajah pada umumnya abu-abu, tetapi gajah afrika tampak berwarna kecoklatan atau kemerahan setelah berkubang di lumpur yang berwarna. Gajah asia mungkin menunjukkan tanda-tanda depigmentasi, terutama di dahi, telinga, dan kulit di sekitarnya. Anak gajah memiliki rambut yang berwarna kecoklatan atau kemerahan, terutama di kepala dan punggungnya. Begitu gajah menjadi dewasa, rambut mereka menjadi lebih gelap dan jarang, tetapi konsentrasi rambut dan bulu yang padat masih dapat ditemui di ujung ekor, dagu, alat kelamin, dan di sekitar mata dan bukaan mata. Gajah asia umumnya memiliki lebih banyak rambut daripada gajah afrika.
 Gajah menggunakan lumpur untuk melindungi kulitnya dari sinar ultraviolet, walaupun kulit gajah sebenarnya sangat sensitif. Bila gajah tidak secara rutin berkubang dalam lumpur, kulitnya akan mengalami kerusakan akibat sinar matahari, gigitan serangga, dan hilangnya kelembaban. Setelah berkubang, gajah biasanya menggunakan belalainya untuk menyemburkan debu ke tubuhnya, dan debu ini akan mengering menjadi kerak pelindung. Gajah mengalami kesulitan dalam mengeluarkan panas dari kulitnya karena rasio luas permukaan terhadap volumenya yang jauh lebih rendah dari manusia. Sementara itu, beberapa gajah didapati mengangkat kaki mereka untuk memaparkan tapak kakinya ke udara.
f.               Kaki, lokomosi, dan postur
.
Posisi anggota tubuh gajah lebih vertikal daripada mamalia lain untuk menopang beban gajah. Tulang yang panjang pada anggota tubuh memiliki tulang spongiosa sebagai pengganti rongga medular, sehingga memperkuat tulang sementara masih memungkinkanhaematopoiesis. Baik anggota tubuh depan maupun belakang dapat menopang beban gajah, walaupun 60% beban ditopang oleh bagian depan. Karena tulang-tulang anggota tubuh berada di bawah tubuh, gajah dapat berdiam diri dalam waktu yang lama tanpa perlu menghabiskan banyak energi. Gajah tidak dapat memutar kaki depannya karena tulang hasta dan pengumpilnya berada pada posisipronasi yang tetap; telapak manus selalu menghadap ke belakang. Otot pronator kuadratis dan pronator teres biasanya tereduksi atau tidak ada sama sekali. Kaki gajah yang bundar memiliki jaringan lembut di bawah manus atau pes, yang mendistribusikan beban gajah. Mereka tampaknya memiliki tulang sesamoid, yang merupakan “jari kaki” tambahan yang serupa dengan “ibu jari” tambahan padapanda raksasa, yang turut membanti mendistribusikan beban.[75] Paling tidak terdapat lima jari kaki di kaki depan dan belakang.
 Gajah dapat bergerak ke depan atau belakang, tetapi tidak dapat berderap, melompat, atau mencongklang. Mereka hanya memiliki dua gaya berjalan di darat, yaitu berjalan biasa dan berjalan cepat. Saat berjalan, tungkai berperan sebagai pendulum, dengan pinggul dan bahu yang naik dan turun sementara kaki berada di tanah. Tanpa “fase aerial”, gaya berjalan yang cepat tidak memenuhi kriteria “berlari”, walaupun gajah menggunakan kakinya seperti hewan pelari lainnya, dengan pinggul dan bahu yang turun dan kemudian naik sementara kaki berada di tanah. Saat sedang bergerak cepat, kaki depan gajah tampak “berlari”, sementara kaki belakangnya tampak “berjalan” dengan kaki belakang; laju gajah yang bergerak cepat sendiri dapat mencapai 18 km/j (11 mph). Dengan laju seperti ini, sebagian besar hewan berkaki empat lainnya akan mencongklang. Kinetika yang seperti pegas merupakan perbedaan antara pergerakan gajah dengan hewan lain. Selama lokomosi, cushion pads (struktur khusus pada kaki gajah yang membantu menopang beban) berkontraksi dan mengurangi rasa sakit dan bunyi yang dihasilkan oleh pergerakan hewan yang sangat berat. Gajah juga merupakan perenang yang handal. Mereka dapat berenang selama enam jam tanpa menyentuh dasarnya, dan dapat berenang sejauh 48 km (30 mil) dengan kecepatan 21 km/j (13 mph).
g.             Organ internal dan seksual
Massa otak gajah berkisar antara 45–5.5 kg (99–12 lb), sementara massa otak manusia kurang lebih hanya 16 kg (35 lb). Walaupun begitu, berdasarkan rasio massa otak terhadap tubuh, otak gajah sebenarnya lebih kecil. Saat lahir, massa otak gajah sudah mencapai 30–40% massa otak dewasa. Cerebrum dan cerebellum terbentuk dengan baik, sementara lobus temporal gajah sangat besar hingga tampak menyembul.
Gajah memiliki kantong di tenggorokan yang dapat digunakan untuk menyimpan air. Sementara itu, massa jantung gajah kurang lebih 12–21 kg (26–46 lb). Jantung gajah memiliki apeks berujung ganda, yang merupakan karakteristik yang tidak biasa pada mamalia. Saat berdiri, jantung gajah berdetak 30 kali per menit. Tidak seperti hewan lain, detak jantung gajah bertambah 8 hingga 10 kali per menit ketika sedang berbaring. Diafragma gajah melekat pada paru-paru, dan pernapasan lebih bergantung pada diafragma daripada perluasan tulang rusuk. Gajah tidak memiliki rongga pleura, tetapi memiliki jaringan konektif yang dikatakan membantu gajah menghadapi perbedaan tekanan saat tubuhnya berada di bawah air dan ketika belalainya keluar dari permukaan air untuk menghisap udara, walaupun kebenaran penjelasan ini telah dipertanyakan. Menurut penjelasan lain, adaptasi ini ada karena membantu gajah menghisap air melalui belalai. Gajah menghisap udara dengan menggunakan belalainya, walaupun sebagian udara juga masuk melalui mulut. Gajah juga memiliki sistem fermentasi hindgut, dan panjang ususnya dapat mencapai 35 m (115 kaki). Sebagian besar asupan makanan gajah tidak dicerna meskipun prosesnya berlangsung hingga sehari.
Testis gajah jantan terletak di dekat ginjal. Panjang penis gajah dapat mencapai 100 cm (39 in) dan diameternya kurang lebih 16 cm (6 in). Penis gajah berbentuk S saat sedang ereksi dan memiliki lubang uretral eksternal yang berbentuk Y. Gajah betina memiliki clitoris yang panjangnya dapat mencapai 40 cm (16 in). Vulvanya terletak di antara kaki belakang, sementara pada kebanyakan mamalia vulva terletak di dekat etor. Penentuan status kehamilan gajah sendiri cukup sulit karena rongga abdominal gajah yang besar. Sementara itu, kelenjar mamari gajah betina menempati ruang di antara kaki depan, sehingga bayi gajah yang sedang menyusui dapat dijangkai oleh belalai sanga induk. Gajah juga memiliki organ yang unik, yaitu kelenjar temporal, yang terletak di kedua sisi kepala. Organ ini terkait dengan perilaku seksual, dan gajah jantan mengeluarkan cairan dari kelenjar tersebut dalam keadaan musth. Gajah betina juga didapati mengeluarkan cairan dari kelenjar temporal.
F.             Organisasi sosial
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/fa/Elephants_at_Amboseli_national_park_against_Mount_Kilimanjaro.jpg/220px-Elephants_at_Amboseli_national_park_against_Mount_Kilimanjaro.jpg
Keluarga gajah afrika di Taman Nasional Amboseli. Perhatikan posisi anak gajah yang dilindungi di tengah-tengah kelompok.
Kehidupan sosial gajah jantan dan betina sangat berbeda. Gajah betina menghabiskan hidupnya dalam kelompok keluarga yangmatrilineal. Beberapa kelompok terdiri dari lebih dari sepuluh anggota (termasuk tiga pasangan ibu dan anak) yang dipimpin oleh seekormatriark yang biasanya merupakan betina tertua. Sang matriark memimpin kelompok hingga ia meninggal atau jika ia tidak lagi mempunyai cukup energi untuk menjalankan tugasnya; menerut penelitian di kebun binatang, ketika matriark meninggal, kandungankortikosteron (hormon stres) feses meningkat tajam pada gajah yang masih hidup. Saat tugasnya berakhir, anak perempuan tertua sang matriark akan menggantikannya, bahkan bila saudara perempuan sang matriark masih hidup. Matriark yang lebih tua cenderung menjadi pembuat keputusan yang lebih efektif.
Kehidupan sosial gajah betina tidak hanya terbatas pada satuan keluarga yang kecil. Di Taman Nasional Amboseli, Kenya, gajah betina juga berinteraksi dengan keluarga, klan, dan subpopulasi lain. Kelompok keluarga dapat bergaul dan membuat ikatan dengan kelompok lain, sehingga membentuk kelompok ikatan. Kelompok ikatan biasanya terdiri dari dua kelompok keluarga. Pada musim kemarau, keluarga-keluarga gajah mungkin berkumpul dan membentuk klan. Kelompok-kelompok dalam klan ini tidak memiliki ikatan yang kuat, tetapi mereka mempertahankan wilayah musim kemarau mereka dari klan lain. Biasanya terdapat sembilan kelompok di dalam satu klan. Populasi gajah di Amboseli juga terbagi menjadi subpopulasi “pusat” dan “tepian”.
Beberapa populasi gajah di India dan Sri Lanka juga memiliki organisasi sosial yang serupa. Di wilayah tersebut tampaknya terdapat satuan keluarga yang kohesif dan perkumpulan yang lebih longgar. Mereka memiliki “satuan perawatan” dan “satuan pengurusan anak”. Di India selatan, populasi gajah terdiri dari kelompok keluarga, kelompok ikatan, dan mungkin klan. Kelompok keluarga cenderung kecil dan terdiri dari satu atau dua betina dewasa dan anaknya. Kelompok yang memiliki lebih dari dua betina dewasa disebut “kelompok gabungan”. Populasi gajah di Malaya bahkan memiliki satuan keluarga yang lebih kecil, dan biasanya tidak memiliki organisasi sosial yang lebih tinggi tingkatannya dari keluarga atau kelompok ikatan. Sementara itu, kelompok gajah hutan afrika umumnya terdiri dari satu betina dewasa dengan satu hingga tiga anak. Kelompok ini tampak berinteraksi dengan kelompok lain, terutama di tanah terbuka.
Kehidupan gajah jantan sendiri sangat berbeda. Menjelang dewasa, gajah jantan akan menghabiskan lebih banyak waktu di luar kelompoknya dan bergaul dengan jantan dari luar atau bahkan kelompok lain. Di Amboseli, gajah jantan yang berusia 14–15 tahun menghabiskan 80% waktunya di luar kelompok keluarganya. Gajah betina dewasa di kelompok mulai menjadi agresif terhadap sang jantan, yang akan mendorongnya untuk meninggalkan kelompok secara permanen. Setelah sang jantan meninggalkan kelompok, mereka akan hidup sendiri atau bersama jantan lain. Gajah jantan di hutan yang padat biasanya hidup sendiri. Gajah asia jantan pada umumnya menyendiri, tetapi kadang-kadang membentuk kelompok yang terdiri dari dua individu atau lebih; kelompok terbesar terdiri dari tujuh anggota. Sementara itu, gajah semak afrika jantan membentuk kelompok yang jumlah anggotanya melebihi 10 individu; kelompok terbesar terdiri dari 144 anggota.  Terdapat hierarki di antara para jantan, baik pada yang menyendiri maupun pada yang berkelompok. Dominasi bergantung pada usia, besar tubuh, dan kondisi seksual. Jantan yang lebih tua tampak mampu mengontrol keagresifan jantan yang lebih mudah dan mencegah mereka membentuk “geng”. Gajah jantan dan betina berkumpul untuk bereproduksi. Gajah jantan tampaknya berhubungan dengan kelompok keluarga bila terdapat gajah betina yang sedang mengalami siklus estrus.
G.           Konservasi
1.              Status Persebaran gajah
Gajah afrika                   Gajah asia 
Gajah afrika                                                                     Gajah asia
Gajah afrika didaftarkan sebagai spesies yang rentan oleh International Union for Conservation of Nature(IUCN) pada tahun 2008, sementara status dua subspesies gajah afrika tidak dinilai secara independen. Pada tahun 1979, terdapat kurang lebih 1,3 juta gajah di Afrika, dan batasan populasi sebesar 3,0 juta. Sementara itu, populasi pada tahun 1989 diperkirakan sebesar 609.000, dengan 277.000 di Afrika Tengah, 110.000 di Afrika Timur, 204.000 di Afrika Selatan, dan 19.000 di Afrika Barat. Diperkirakan sekitar 214.000 gajah hidup di hutan hujan, yang lebih rendah dari yang diduga sebelumnya. Dari tahun 1977 hingga 1989, populasi gajah berkurang sebanyak 74% di Afrika Timur. Setelah tahun 1987, penurunan populasi gajah semakin cepat, dan populasi gajah di sabana dari Kamerun hingga Somalia jatuh sebesar 80%. Gajah hutan afrika mengalami penurunan sebesar 43%. Di sisi lain, tren populasi di Afrika Selatan bermacam-macam: di beberapa tempat di ZambiaMozambik, dan Angola, jumlah populasi mengalami penurunan, sementara diBotswana dan Zimbabwe, populasi gajah bertambah, dan di Afrika Selatan populasinya stabil. Namun, penelitian pada tahun 2005 dan 2007 menunjukkan bahwa populasi di Afrika Timur dan Selatan mengalami peningkatan sebesar 4,0% setiap tahunnya. Akibat luasnya persebaran gajah, populasi gajah afrika masih sulit diperkirakan dan terdapat unsur tebakan. IUCN memperkirakan terdapat sekitar 440.000 individu pada tahun 2012.[136]
Gajah afrika memperoleh perlindungan secara hukum di negara habitat mereka, tetapi 70% persebarannya berada di luar wilayah yang dilindung. Upaya konservasi yang berhasil di beberapa wilayah menghasilkan kepadatan populasi yang tinggi. Pada tahun 2008, jumlah lokal dikontrol melalui kontrasepsi atau translokasi. Pembantaian berdasarkan kriteria tertentu (culling) berakhir pada tahun 1988 setelah Zimbabwe menghentikan praktik tersebut. Pada tahun 1989, gajah afrika dimasukan dalam Apendiks I oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), sehingga perdagangan gajah afrika menjadi ilegal. Status Apendiks II (yang memperbolehkan perdagangan terbatas) diberikan kepada gajah di Botswana, Namibia, dan Zimbabwe pada tahun 1997, dan Afrika Selatan pada tahun 2000. Di beberapa negara, perburuan gajah untuk memperoleh trofi diperbolehkan; Afrika Selatan, Botswana, Gabon, Kamerun, Mozambik, Namibia, Tanzania, Zambia, dan Zimbabwe menetapkan kuota ekspor CITES untuk trofi gajah.
Pada tahun 2008, IUCN mendaftarkan gajah asia sebagai spesies terancam karena penurunan populasi sebesar 50% dalam 60–75 tahun terakhir, sementara CITES memasukannya ke dalam Apendiks I. Gajah asia pernah tersebar dari Suriah dan Irak (subspesies Elephas maximus asurus) hingga Tiongkok (hingga Sungai Kuning) dan Jawa. Gajah asia kini telah punah di wilayah-wilayah tersebut, dan persebarannya saat ini sangat terpecah. Jumlah populasi gajah asia diperkirakan sebesar 40.000–50.000, walaupun perkiraan ini merupakan perkiraan kasar. Meskipun jumlah gajah asia secara keseluruhan mengalami penurunan (terutama di Asia Tenggara), populasi di Ghat Barat tampaknya mengalami peningkatan.
2.              Ancaman
Perburuan untuk mengambil gading, daging, dan kulit merupakan salah satu ancaman terbesar bagi keberlangsungan gajah. Dalam sejarah, beberapa peradaban membuat ornamen dan karya seni lain dari gading gajah, dan penggunaannya menyaingi emas. Perdagangan gading menjadi salah satu penyebab penurunan populasi gajah afrika pada abad ke-20. Hal ini memicu larangan impor gading yang dimulai olehAmerika Serikat pada Juni 1989, yang kemudian diikuti oleh negara-negara Amerika UtaraEropa Barat, dan Jepang. Sementara itu, Kenyamenghancurkan semua persediaan gadingnya. CITES memberlakukan larangan perdagangan gading pada Januari 1990.[139] Setelah larangan tersebut ditetapkan, jumlah pengangguran meningkat di India dan Cina, karena secara ekonomi industri gading merupakan industri yang penting. Di sisi lain, Jepang dan Hong Kong, yang juga merupakan bagian dari industri, mampu beradaptasi dan tidak terkena dampak buruk. Zimbabwe, Botswana, Namibia, Zambia, dan Malawi ingin melanjutkan perdagangan gading dan hal tersebut diperbolehkan, tetapi hanya jika gajah tersebut mati secara alami atau merupakan hasil culling.
Berkat larangan ini, populasi gajah di Afrika mulai pulih. Pada Januari 2012, ratusan gajah di Taman Nasional Bouba Njida, Kamerun, dibunuh oleh penyerang dari Chad. Peristiwa ini disebut-sebut sebagai "salah satu pembunuhan terkonsentrasi terburuk" semenjak diberlakukannya larangan perdagangan gading. Sementara itu, gajah asia tidak terlalu rentan terhadap perdagangan gading karena gajah betina umumnya tidak memiliki taring. Namun, sejumlah gajah telah dibunuh untuk diambil gadingnya di beberapa wilayah, seperti di Taman Nasional Periyar di India.
Ancaman lain terhadap gajah adalah kehancuran dan fragmentasi habitat. Gajah asia hidup di wilayah yang sangat padat. Karena mereka membutuhkan lebih banyak tanah dibanding hewan darat simpatrik lainnya, merekalah yang pertama kali merasakan dampak keberadaan manusia. Bahkan dalam beberapa kasus yang ekstrem, habitat gajah terbatas pada hutan kecil yang dikelilingi oleh wilayah yang didominasi oleh manusia. Gajah tidak dapat hidup berdampingan dengan manusia di wilayah pertanian karena besar tubuh dan kebutuhan makanan mereka. Pada umumnya gajah merusak dan memakan tanaman petani, sehingga memicu konflik dengan manusia, dan akibatnya ratusan gajah dan manusia telah tewas. Mitigasi konflik merupakan salah satu unsur penting dalam konservasi. Salah satu usulan yang diajukan adalah penyediaan ‘koridor urban’ yang memungkinkan gajah mengakses wilayah penting.

H.   Gajah dan manusia
1.      Hewan pekerja
Gajah telah dijadikan hewan pekerja paling tidak semenjak masa Peradaban Lembah Indus dan masih digunakan hingga masa modern. Pada tahun 2000, terdapat 13.000–16.500 gajah pekerja di Asia. Gajah-gajah tersebut biasanya ditangkap di alam bebas saat berumur 10–20 tahun, yang dapat dilatih dengan cepat dan mudah, serta mampu bekerja untuk waktu yang lebih lama. Mereka biasanya ditangkap secara tradisional dengan menggunakan perangkap dan laso, tetapi semenjak tahun 1950 obat penenang telah digunakan. Gajah asia lebih umum dijadikan hewan pekerja, tetapi di Afrika praktik tersebut juga dilakukan. Penjinakan gajah afrika diKongo Belgia dimulai berdasarkan dekret Leopold II dari Belgia pada abad ke-19, dan masih berlanjut hingga kini di Pusat Domestikasi Gajah Api
 Gajah asia melakukan tugas seperti mengangkut beban ke wilayah terpencil, memindahkan kayu ke truk, membawa wisatawan di taman nasional, menarik gerobak, dan menjadi bagian dari proses religius. Di Thailand utara, gaah digunakan untuk menelan biji kopi agar dapat menghasilkankopi Gading Hitam. Gajah lebih dihargai dari mesin karena dapat bekerja di perairan yang relatif dalam, memerlukan biaya perawatan yang relatif sedikit, hanya membutuhkan tumbuhan dan air, dan dapat dilatih untuk mengingat beberapa tugas. Gajah dapat dilatih untuk menanggapi lebih dari 30 perintah. Namun, gajah yang sedang mengalami musth berbahaya dan dirantai hingga musth selesai. Di India, banyak gajah yang mengalami penyiksaan. Maka dari itu, gajah dilindungi olehUndang-Undang Pencegahan Kekejaman terhadap Binatang 1960.
                                                           











BAB III
SIMPULAN
A.    Simpulan

Gajah adalah binatang yang termasuk atau tergolong kedalam hewan yang bertulang belakang dilihat dari postur tubuh yaitu puunggung itu membuktikan bahwa gajah hewan yang bertulang belakang namun yang lebih jelas nya itu kembali ke materi yang telah di jelaskan.
B.     Saran-saran
1.      Untuk Teman-teman dan Pembaca
Alhamdulillah Dengan beresnya makalah ini kami berharap teman-teman dan para pembaca khususnya,kami mohon kritik dan sarannya terhadap makalah ini ,makalah ini mungkin jauh dari sempurna tapi mudah-mudahan makalah ini bisa menambah wawasan teman-teman semua mengenai masalah Ideologi Pancasila.
2.      Untuk Bapak Guru
Kepada Bapak Guru kami mohon bimbingannya mungkin makalah ini terlalu banyak kesalahan dan jauh dari sempurna tapi kami minta bimbingan nya dari Bapak guru untuk bisa lebih memahami betul tentang motherboard.








DAFTAR PUSTAKA
Sukumar, R. (2003). The Living Elephants: Evolutionary Ecology, Behaviour, and Conservation. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-510778-4.
Kingdon, J. (1988). East African Mammals: An Atlas of Evolution in Africa, Volume 3, Part B: Large Mammals. Academic Press. ISBN 0-12-408355-2.

Wylie, D. (2009). Elephant. Reaktion Books.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Egrang

konfigurasi SIP